“Penguatan rupiah tidak terlepas dari pengaruh data tenaga kerja Amerika Serikat yakni penggajian pekerja non pertanian (NFP) yang tidak sesuai harapan, kondisi itu mendorong dolar AS tertekan di pasar global,” ujar Analis dari PT Platon Niaga Berjangka, Lukman Leong di Jakarta.
Ia mengemukakan bahwa angka NFP hanya meningkat 215.000 pada Juli, turun dibandingkan kenaikan rata-rata bulanan 246.000 selama 12 bulan sebelumnya.
Dari dalam negeri, lanjut dia, Bank Indonesia (BI) juga masih cukup aktif melakukan intervensi di pasar valas domestik agar fluktuasinya tetap stabil sehingga tidak mempengaruhi dunia usaha di dalam negeri.
Ia mengharapkan bahwa kinerja impor Indonesia naik pada semester kedua ini, meningkatnya kinerja impor menandakan percepatan belanja modal dan barang untuk pembangunan infrastruktur. Selain itu, kinerja ekspor juga diharapkan meningkat sehingga dapat menambah pasokan dolar AS di dalam negeri.
“Situasi itu dipercaya dapat menjaga rupiah di tengah prediski pasar terkait kenaikan suku bunga the Fed pada September tahun ini,” katanya.
Sementara itu, Kepala Riset Monex Investindo Futures Ariston Tjendra mengatakan bahwa meski data NFP Amerika Serikat kurang sesuai dengan harapan pasar, namun secara keseluruhan data tenaga kerja Amerika Serikat masih terbilang stabil , data tingkat pengangguran masih di level 5,3 persen dan terjadi pertumbuhan gaji rata-rata per jam sebesar 0,2 persen.
“Data tenaga kerja Amerika Serikat yang stabil itu bisa menjaga momentum ekspektasi kenaikan tingkat suku bunga acuan AS tahun ini sehingga dolar AS masih terbilang berada dalam tren pengautan,” katanya.
Sementara itu, dalam kurs tengah Bank Indonesia (BI) pada Senin (10/8) mencatat nilai tukar rupiah bergerak mendatar atau stagnan di posisi Rp13.536 per dolar AS.