“Omzet saya dari ‘Jamuren’ sekarang ini sudah mencapai Rp10 juta – Rp11 juta per bulan dari tiga ‘outlet’. Semua gerai saya buka di Brebes,” kata pemilik “Jamuren” Irfan Rahman Nurdin di Semarang, Senin.
Mahasiswa Teknologi Pendidikan Unnes itu mengaku terdorong mengembangkan usaha makanan ringan karena di daerah asalnya, Brebes selama ini inovasi makanan ringan kurang dan terkesan itu-itu saja.
Makanya, ia meyakini usaha kreatifnya dengan memproduksi makanan ringan berbahan jamur memiliki prospek ke depan yang sangat bagus dengan modal awal Rp5 juta yang diberikan oleh orang tuanya.
“Modal awal saya dapatkan dari orang tua sebesar Rp5 juta. Itu (modal, red.) dari biaya sewa atau kontrak lahan milik orang tua saya. Saya mulai membuka usaha ini sejak 2014 lalu,” katanya.
Dari awal hanya memiliki satu gerai, Irfan kini sudah memiliki tiga gerai penjualan produk “Jamuren” dengan karyawan sebanyak dua orang untuk membantu mengelola usaha di tanah kelahirannya itu.
“Omzetnya ternyata lumayan. Dari satu gerai saja, saya bisa dapat antara RP250-300 ribu. Gerai saya buka mulai pukul 08.00-17.00 WIB. Bulan puasa kemarin sepi, namun sekarang ramai,” katanya.
Untuk mendapatkan jamur sebagai bahan baku produknya, ia mendapatkannya dari kawannya yang sanggup menyuplai jamur ke gerai-gerai yang dimilikinya sehingga tidak pernah kekurangan bahan baku.
Ditanya hambatannya menekuni usaha itu, ia mengaku banyak kendala yang dihadapi, terutama dari segi konsumen yang biasanya mudah bosan sehingga perlu melakukan inovasi rasa produk yang ditawarkan.
“Pilihan rasa yang saya tawarkan, mulai barbeque, sapi panggang, keju, rumput laut, ayam bawang, ayam pedas, dan balado. Yang paling banyak diminati konsumen selama ini, barbeque dan balado,” katanya.
Yang jelas, Irfan mengingatkan setiap usaha pasti memiliki kendala yang berbeda, apalagi usaha makanan ringan yang kian banyak kompetitornya, namun harus dijalani dengan tidak mudah menyerah.”Jamuren”, produk makanan berbahan baku jamur yang diproduksi oleh seorang mahasiswa Universitas Negeri Semarang (Unnes) memiliki omzet hingga belasan juta rupiah/bulan.
“Omzet saya dari ‘Jamuren’ sekarang ini sudah mencapai Rp10 juta – Rp11 juta per bulan dari tiga ‘outlet’. Semua gerai saya buka di Brebes,” kata pemilik “Jamuren” Irfan Rahman Nurdin di Semarang, Senin.
Mahasiswa Teknologi Pendidikan Unnes itu mengaku terdorong mengembangkan usaha makanan ringan karena di daerah asalnya, Brebes selama ini inovasi makanan ringan kurang dan terkesan itu-itu saja.
Makanya, ia meyakini usaha kreatifnya dengan memproduksi makanan ringan berbahan jamur memiliki prospek ke depan yang sangat bagus dengan modal awal Rp5 juta yang diberikan oleh orang tuanya.
“Modal awal saya dapatkan dari orang tua sebesar Rp5 juta. Itu (modal, red.) dari biaya sewa atau kontrak lahan milik orang tua saya. Saya mulai membuka usaha ini sejak 2014 lalu,” katanya.
Dari awal hanya memiliki satu gerai, Irfan kini sudah memiliki tiga gerai penjualan produk “Jamuren” dengan karyawan sebanyak dua orang untuk membantu mengelola usaha di tanah kelahirannya itu.
“Omzetnya ternyata lumayan. Dari satu gerai saja, saya bisa dapat antara RP250-300 ribu. Gerai saya buka mulai pukul 08.00-17.00 WIB. Bulan puasa kemarin sepi, namun sekarang ramai,” katanya.
Untuk mendapatkan jamur sebagai bahan baku produknya, ia mendapatkannya dari kawannya yang sanggup menyuplai jamur ke gerai-gerai yang dimilikinya sehingga tidak pernah kekurangan bahan baku.
Ditanya hambatannya menekuni usaha itu, ia mengaku banyak kendala yang dihadapi, terutama dari segi konsumen yang biasanya mudah bosan sehingga perlu melakukan inovasi rasa produk yang ditawarkan.
“Pilihan rasa yang saya tawarkan, mulai barbeque, sapi panggang, keju, rumput laut, ayam bawang, ayam pedas, dan balado. Yang paling banyak diminati konsumen selama ini, barbeque dan balado,” katanya.
Yang jelas, Irfan mengingatkan setiap usaha pasti memiliki kendala yang berbeda, apalagi usaha makanan ringan yang kian banyak kompetitornya, namun harus dijalani dengan tidak mudah menyerah.