Gunung Merapi – terletak di antara perbatasan Provinsi Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) – tergolong gunung aktif dengan ketinggian 2.968 meter di atas permukaan laut. Inilah salah satu pilihan favorit para pendaki Indonesia, terutama yang penasaran dengan keindahan Puncak Garuda Merapi.
Merapi telah beberapa kali erupsi sehingga jalur pendakian pun sebagian besar diawali via Pos Selo, Kabupaten Boyolali sejak erupsi terakhir tahun 2010 silam. Sebelumnya, pendaki bisa melalui wilayah Klaten dan Kinahrejo, Cangkringan Sleman yang sekarang sudah tak bisa lagi dilalui.
Base camp Selo menawarkan pilihan menarik bagi para pendaki, entah berpetualang ke Gunung Merbabu atau Gunung Merapi yang letaknya saling bersebelahan. Namun pilihan terakhir paling disukai para pendaki yang penasaran dengan keindahan Puncak Garuda Merapi. Di sana mereka berkesempatan melihat sebuah batu besar yang berada di puncak. Batu itulah yang menjadi patokan tempat tertinggi di Merapi.
Kenapa bernama Puncak Garuda? Konon sebelum Merapi erupsi tahun 2010 silam, puncak tersebut menyerupai bentuk seekor burung garuda yang dilengkapi dengan dua sayap, badan dan bentuk kepala. Erupsi yang terjadi pada 4 November 2010 telah menghancurkan sebagian besar puncak garuda dan menyisakan sebuah batu besar. Meskipun demikian, lokasi itu tetap pilihan favorit para pendaki untuk sekedar berfoto ria.
Kini jalur pendakian Selo menjadi satu-satunya jalur pendakian yang paling direkomendasikan bagi para pendaki menuju Puncak Garuda Merapi. Ada sejumlah pos pendakian yang harus dilewati para pendaki. Biasanya para pendaki beristirahat di kawasan Pasar Bubrah sebelum melanjutkan perjalanan hingga ke puncak. Jangan terkecoh dengan nama Pasar Bubrah? Itu bukan tempat transaksi jual-beli layaknya pasar, di sana hanya dipenuhi bebatuan besar muntahan Merapi.
Gunung Merapi kini berstatus normal, namun Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi (BPPTKG) justru menganjurkan para pendaki hanya boleh mencapai kawasan Pasar Bubrah. Hal itu sengaja dilakukan mengingat bebatuan di kawasan puncak tidak stabil, mudah longsor dan terlepas. Namun sejumlah pendaki terkadang mengabaikan perintah dan terus melanjutkan perjalanan hingga Puncak Garuda Merapi yang sering dianggap sebagai garis finis pendakian.