Teknoflas.com – Koordinator Yayasan Ekosistem Gili Indah Delphine Robbe mengeluhkan kondisi Gili Trawangan yang semakin kotor karena sampah. “Gili Trawangan kelilingnya hanya delapan kilometer, tetapi tumpukan sampah sudah mencapai 50 are luasnya. Ini representasi pantai dan laut Indonesia,” kata Delphine.
Ia juga menceritakan apabila sedang menyelam di bawah laut, akan terlihat ikan pari manta kesulitan berenang di permukaan air akibat sampah menghalangi jalan ikan tersebut.
“Ikan pari manta terpaksa makan sampah yang sebagian besar terdiri dari plastik. Mereka tidak punya pilihan selain makan sampah. Kalau tidak makan sampah, mereka akan mati,” tukasnya.
Tidak hanya ikan laut, penyu-penyu pun terganggu akan kehadiran sampah yang menumpuk dari waktu ke waktu. Delphine pun menceritakan bahwa sering didapati penyu mati terdampar di pantai.
Akibatnya, turis pun enggan kembali ke Gili Tarawang dengan kondisi sampah yang memprihatinkan.
Delphine mengatakan penumpukan sampah di pesisir disebabkan oleh ketiadaan penegakan hukum dan pengawasan dari pemerintah soal sampah. Padahal, aturan dan undang-undangnya sudah ada.
“Sebagai penduduk Gili Trawangan, saya ingin Gili Trawangan bebas plastik. Sebaiknya pasar swalayan dan toko kecil dilarang memberi plastik kepada orang yang berbelanja,”tambah Delphine
Menurut Delphine, pemberlakuan pajak yang tinggi terhadap pengusaha yang memiliki kontribusi terhadap limbah plastik sangat disarankan. Menantikan hal tersebut, kesadaran masyarakat akan kelestarian laut sangatlah penting.
“Sekarang kami juga tengah berusaha meningkatkan kesadaran masyarakat untuk melestarikan laut. Harus ada gotong royong dan gerakan membersihkan sampah,” katanya.
Berdasarkan data Jambeck et al 2015, Indonesia disebut sebagai negara kedua penghasil sampah plastik di lautan. Pada 2010, diketahui Indonesia menyumbang sekitar 900 ribu ton sampah plastik. Posisi pertama diduduki Tiongkok dengan jumlah hampir 2,2 miliar ton sampah plastik.