Menteri Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Menristek Dikti) M Nasir membeberkan adanya belasan kampus di wilayah Jabodetabek yang diduga terlibat praktik jual beli ijazah. Bangunan dan nama kampus asli, ijazah yang diterima juga asli, tetapi diperjualbelikan oleh sejumlah oknum nakal.
Pernyataan itu disampaikan langsung oleh Nasir dan kementeriannya usai mendapat laporan dari masyarakat soal praktik ilegal ini. Menariknya, pihak yang melapor adalah ‘sejumlah oknum’ yang pernah membeli ijazah dan terbukti berhasil. Mereka tak perlu susah payah mengikuti perkuliahan, cukup menyetorkan uang untuk mendapat ijazah dan gelar sarjana.
“Pihak kami baru menerima laporan, bahwa praktik jual beli gelar sarjana berkisar Rp 16 hingga 25 juta untuk S1. Ada juga pihak yang menawarkan harga Rp 18 juta dan Rp 20 Juta. Semuanya melibatkan sejumlah kampus di wilayah Jabodetabek,” ucap M Nasir saat berbincang di hadapan wartawan, Rabu (20/5) pagi.
Nasir juga mendapat laporan praktik jual beli gelar sarjana dan ijazah yang melibatkan kampus di luar wilayah Jabodetabek. Akan tetapi, dia belum mengetahui kisaran harga yang dipatok oleh oknum nakal tersebut. (Baca: 18 Kampus Di Indonesia Terlibat Praktik Jual Beli Ijazah)
Menurut Nasir, sejauh ini laporan yang diterima oleh kementeriannya masih praktik jual beli gelar sarjana dan ijazah S1, belum ada laporan mengenai gelar S2 dan lainnya. Namun dia memastikan pihaknya akan terus menyelidiki lebih jauh dan membongkar praktik ilegal ini yang merusak nama baik dunia pendidikan tinggi di Indonesia.
“Saya sangat khawatir dengan praktik ini. Para sarjana lainnya sudah belajar susah payah untuk lulus, lah oknum lain malah menjual ijazah seenaknya,” ucap mantan Rektor Universitas Diponegoro (Undip).
Dengan harga jual-beli sekitar Rp 16-25 juta, gelar jurusan apa saja yang bisa diperoleh sang mahasiswa instan?
Hingga kini Nasir dan kementeriannya tengah menyelidiki lebih lanjut. Dia belum bisa membeberkan detil jurusan yang diperjualbelikan, namun secara umum lebih banyak berasal dari ilmu sosial.
“Saat ini kami belum tahu persis jurusannya. Namun sebagian besar berasal dari kelompok hukum dan ekonomi. Ini berdasarkan laporan yang kami terima. Saat ini pihak kementerian masih terus menyelidiki,” ucap Nasir.
“Saya sangat khawatir soal praktik jual beli ijazah, tentu akan memperlemah daya saing SDM Indonesia. Apalagi jelang Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA),” tutupnya.