TeknoFlas.com – Perusahaan pengembang PT Prioritas Land Indonesia (PLI) menyatakan bahwa momen yang tepat untuk berinvestasi di sektor properti adalah saat menjelang rencana kenaikan harga BBM dikarenakan rencana kenaikan BBM ini akan memicu lonjakan inflasi.
Komisaris PLI Victor Irawan memaparkan sebuah pernyataan dalam keterangan tertulis yang diterima di Surabaya, Senin malam. “Normalnya kenaikan rata-rata properti tesebut per tahun hanya 5 persen hingga 10 persen, sebab adanya penambahan fasilitas pada rumah atau apartemen yang dijual. Namun dengan adanya kenaikan inflasi akibat lonjakan harga BBM, kenaikan harga rata-rata properti cukup besar,”
Menurut Victor sebaiknya pemerintah mengambil kebijakan kenaikan harga BBM bersubsidi dilakukan secara bertahap supaya tidak terlalu membebani warga. Seperti dilansir laman AntaraNews Selasa, (7/10/2014)
Victor juga memprediksi, waktu yang tepat untuk berinvestasi dalam sektor properti adalah saat menjelang terjadinya kenaikan harga BBM yang kemungkinan akan dilaksanakan setelah berjalannya kabinet yang baru pada November tahun 2014.
“Sebetulnya, kita bisa berinvestasi di sektor apa saja, namun melihat fenomena belakangan ini, investasi yang paling aman adalah sektor properti,” imbuhnya. Hal ini disebabkan antara lain karena harga properti tidak pernah turun dan risikonya cenderung kecil jika dibandingkan investasi dalam bentuk lain.
Ali Tranghanda selaku Direktur Eksekutif Indonesia Property Watch (IPW) pernah memberi masukan agar pemerintah membantu rakyat, Terutama untuk kelas menengah perkotaan agar tidak terperangkap dengan minimnya opsi pembelian properti untuk tempat tinggal.
“Saat ini kaum menengah dalam posisi terjebak dengan ketersediaan hunian yang ada,” Jelasnya dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Kamis (25/9).
Ali mencontohkan, seseorang pegawai dengan penghasilan sekitar Rp7,5 juta per bulan hanya memiliki daya cicil KPR sekitar Rp2,5 juta per bulan.
Dengan perhitungan tersebut menurut Ali mereka hanya dapat memiliki rumah sekitar Rp300 juta namun rumah tersebut tersedia dengan jarak yang dinilai relatif jauh dari kota.
“Jebakan yang terjadi ketika mereka memaksakan membeli rumah tersebut, karena masih berpikir ingin mempunyai rumah dengan tanah, ternyata mereka harus menambah biaya transportasi ke tempat kerja,” katanya.
Ali juga memberi penjelasan lebih lanjut bahwa perangkap tersebut ada karena masalah waktu tempuh yg dilalui setiap hari dan masih ditambah dengan kemacetan. Dengan demikian akan mengakibatkan mereka terpaksa meninggalkan rumah tersebut dan lebih memilih untuk sewa atau kos-kosan di Jakarta.
Untuk itu, Direktur Eksekutif IPW menegaskan pemerintah harus segera turun tangga untuk membangun pasokan hunian vertikal di perkotaan untuk segmen menengah.
“Karenanya pemerintah harus segera membuat terobosan bagi ketersediaan hunian karyawan menengah ini,” tegasnya.